Bersyukur






Seberapa sering kamu mendapati kalimat "sudahkah Anda bersyukur hari ini?" melintas di lini masa media sosialmu? Biasanya kalimat ini tersemat pada potret seorang penyandang disabilitas ataupun tunawisma. 

Gerah sekali rasanya berkali-kali melihat kiriman ini di media sosial. Alih-alih menjadi bijak, rasanya makna kata syukur malah menjadi salah kaprah. Mereka kerap kali menjadikan keterbatasan orang lain demi mengucap rasa syukur terhadap diri sendiri. 

Atas nama rasa syukur, mereka malah merasa bangga. Belas kasihan yang tak pernah diminta, malah diberikan dengan penuh rasa suka. Sepertinya, empati telah terkubur dalam, tertutup rasa angkuhnya. 

Padahal, rasa syukur lahir dari diri sendiri, bukan dari rasa saling menghakimi. Tanpa disadari mereka bukan sedang bersyukur, melainkan hanya sedang membela diri bahwa mereka lebih baik dari orang lain. Kebiasaan semacam ini pada akhirnya hanya membuat banyak orang saling menjatuhkan satu sama lain. Berlomba-lomba mencari kesalahan, dengan dalih ingin "bersyukur".

Apakah bersyukur bagimu harus menunggu orang lain kesusahan, padahal setiap harinya Tuhan telah memberikanmu nikmat yang tak berkesudahan? Apakah harus menunggu masa pandemi, jika sebenarnya kamu bisa mengucap rasa syukur itu setiap hari?

Mari bersyukur atas apa yang kamu terima, bukan atas apa yang orang lain derita. 




3 komentar

  1. Keren mbak, mengalir tulisannya..sukses selalu ya..

    BalasHapus
  2. Iya ya mbak seolah bersyukur harus dipancing dulu dengan keterbatasan orang lain. Btw narasinya enak dibaca mbak. Salam kenal ya

    BalasHapus