Jalan-Jalan Sambil Honeymoon (1)

Hai, teman-teman... bicara tentang acara pernikahan, biasanya tak lepas dari ritual yang sakral ataupun momen perayaan yang megah, dong? Namun, bagi kami perjalanan setelah menikah atau biasa disebut honeymoon (bulan madu) menjadi hal yang lebih menarik, bahkan lebih utama daripada merencanakan momennya.

Menentukan tanggal jalan-jalan pernikahan

Sebagai pasangan yang punya hobi jalan-jalan, rencana pernikahan pun tak lepas dari rencana pelesiran kami. Rencana pernikahan tercetus dari obrolan santai kami berdua pada saat itu. Bisa dibilang, obrolan santai yang bersifat serius. Kami memang terhitung lama pacarannya, jadi omongan untuk menikah bukan hal yang baru lagi pada saat itu. Sebuah perencanaan tentang menikah di akhir tahun pun akhirnya lahir dari obrolan kami itu. Setelahnya, baru kita menyampaikan ini pada orang tua masing-masing. Agak terbalik memang ya prosesnya, tapi alhamdulillah orang tua kami setuju-setuju saja.

Selanjutnya adalah menentukan tanggal, yakni tanggal lamaran dan tanggal menikah. Tanggal lamaran kami adalah tanggal 11 agustus 2018. Kenapa? Karena tanggalnya cantik? Oh tentu... tidak. Selain bukan tipikal yang seperti itu, rasanya sudah tidak sempat memikirkan masalah tanggal cantik nggak cantik deh. Jadi, tanggalnya itu disesuaikan dengan keadaan bujet yang direncanakan sudah terkumpul pada bulan itu dan di-mepet-mepetin dengan hari ulang tahun saya waktu itu.

Cara kami menentukan tanggal pernihakan pun bukan lewat obrolan serius dengan orang tua (mohon maaf ini agak songong jangan ditiru ya adik-adik). Ya, karena kami menentukannya saat hendak membeli tiket pesawat di sebuah acara travel fair. 

"Coba liat tanggalan bulan Desember, liat tanggalan weekendnya"
"2, 9, 16..,"
"2 terlalu mepet, 16 udah deket sama liburan dan Natal, yaudah kita nikahnya tanggal 9 beli tiket yang tanggal 10,"
"oke sip."

Sesingkat padat itulah cara kami menciptakan tanggal pernikahan.

Pesawat tujuan Banda Aceh

Tiket pesawat yang kami beli di travel fair itu adalah tujuan Banda Aceh. Dari sekian banyak penawaran tiket domestik untuk bulan madu, kenapa kami memilih Aceh? Karena, suami saya  tuh memang suka jalan-jalan dan udah punya list tersendiri sama tempat-tempat yang dia mau kunjungi. Salah satu yang belum kesampaian dan sangat ingin diwujudkan adalah titik nol kilometer yang berada di Sabang, Aceh, tepatnya di pulau paling barat Indoesia, Pulau Weh. Jadilah tujuan honeymoon kami adalah kota Banda Aceh. 

Tiket yang telah kami beli ternyata harus kami reschedule karena sebuah alasan. Keberangkatan kami yang seharusnya tanggal 10 harus digeser pada hari berikutnya, yakni Senin tanggal 11 Desember. Proses reschedule kami lakukan dua minggu sebelumnya dengan menghubungi travel yang kami kunjungi saat travel fair. Bersyukur proses reschedule mudah dilakukan dan hanya menambah beberapa biaya tambahan. 

Kami berangkat menuju bandara pukul 07.00 WIB menggunakan bus Damri yang berangkat dari Gas Alam, Depok. Jujur saja, selain kunjungan pertama ke Banda Aceh, ini adalah kali pertama saya naik pesawat. Ya, pada usia 25 tahun ini saya baru pernah naik pesawat. Deg-degan bangeeet rasanya. Kalau nggak inget malu, kayaknya sepanjang perjalanan rasanya mau pegangan aja. Bukan karena pengantin baru, tapi karena memang takut beneran. Apalagi, perjalanan berlangsung selama kurang lebih dua setengah jam. Namun, perlahan saya mencoba berdamai dengan ketinggian. Dari yang semula cemas dan hanya merapal doa, saya akhirnya dapat menikmati perjalanan sambil sedikit mengintip pemandangan lewat jendela. Setelah lepas landas dari Bandara Soetta yang luas dan megah, kami pun tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda yang kecil dan sederhana. Rasanya ada kesenjangan begitu besar antara bandara saat keberangkatan dan bandara tujuan. Namun, hal itu tak mengurangi rasa bahagia kami saat tiba di Banda Aceh.

Bandara Sultan Iskandar Muda

Kami tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda sekitar pukul 14.00 WIB. Sesampainya di sana, kami rehat sebentar dan membeli camilan di minimarket, sambil menunggu motor sewaan yang sudah kami pesan. Karena ternyata jarak penyewaan motornya sangat dekat dengan bandara, motor sewaan kami datang hanya berselang 20 menit dari kami memesan. Setelah menyelesaikan proses penyewaan motor, kami segera berangkat menuju destinasi tujuan pertama kami.

Museum Tsunami Aceh
Sebelum kami ke hotel, perjalanan kami selanjutnya adalah Museum Tsunami Aceh. Namun sayangnya, museum pada hari itu tutup pukul 16.00 WIB, sementara kami tiba di sana pukul 16.30 WIB. Agar mengurangi rasa kecewa, kami tetap berkeliling di sana walau hanya di luarnya. Meski menyesal tak bisa masuk ke dalamnya, pemandangan luarnya sudah cukup menyenangkan. Museum yang dirancang oleh bapak Ridwan Kamil ini memiliki desain yang unik dan menarik sehingga banyak pengunjung datang untuk sekadar berfoto. Harga tiket masuknya pun sangat terjangkau, hanya Rp3.000 untuk dewasa, Rp2.000 untuk anak-anak, dan Rp10.000 untuk turis asing. Tidak hanya untuk berfoto, tapi museum tsunami sebenarnya dibuat untuk memperingati peristiwa besar yang pernah melanda Banda Aceh, yakni bencana tsunami pada akhir 2004 silam. Di dalamnya ada benda-benda peninggalan saksi bisu dahsyatnya air bah yang pernah menghantam kota serambi mekah ini.

Halaman luar Museum Tsunami Aceh

Pelataran museum.




Setelah mengunjungi museum, kami langsung bertolak menuju hotel yang sudah kami pesan sejak di Depok secara online, lewat sebuah aplikasi. Namanya Hotel Rasamala Indah, letaknya di jalan Teuku Umar, hanya beberapa menit dari museum tsunami. Untuk menginap di sana, kami perlu menunjukkan surat nikah, eheeem masih hangat nih buku nikahnya langsung dipamerin. Setelah proses registrasi selesai, kami segera menuju kamar yang ada di lantai dua dengan menggunakan lift. Sambil beristirahat, kami merapikan barang-barang dan menunggu waktu magrib. Selepas magrib, kami akan menuju tempat makan karena perut sudah bernyanyi sejak tadi. Jadi, tak sabar menantikan makan malam pertama di Aceh. Setelah rehat dan melepas penat, yak saatnya kulineraaaaan.










 





17 komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Ribetnya ngurusin persiapan menikah akan terbayarkan oleh komitmen suci kedua mempelai

    BalasHapus
  3. kemanapun honeymoon itu pasti menyenangkan ya Mbak...pingin baca cerita lanjutannya nih..Mbak.. dari Jakarta sekitar 2 jam lebih ya Mbak perjalanannya..pingin juga nih berkunjung kesana..

    BalasHapus
  4. masih mendingan c mba, aq malah lom pernah naik pesawat, hehe... btw, ceritanya masih bersambungkah? belum sampe ke bagian tujuan utamanya, titik nol kilometer

    BalasHapus
  5. Seruuu perjalanannya mba. Ke museum tsunami sih sy sudah pernah, tapi belum sampai ke sabang, maka nya penasaran lihat review selanjutnya.
    Ngomong2 saya juga takut naik pesawat loh mba heheheh makanya kalau mau travelling itu suka setengah hati.

    BalasHapus
  6. Pulau Weh bisa jadi destinasi selanjutnya setelah pandemi nih! Seru banget kalo baca ceritanya disini.. Aku masih menunggu kelanjutan ceritanya Mbak😊✌🏻

    BalasHapus
  7. Wah menarik nih ke Aceh, aku belum pernah ke Aceh. Selama ini aku taunya masjid doang di Aceh 😂😂. Btw mba, aku suka angle foto-fotonya~

    BalasHapus
  8. Mbaaaaak, Aku bacanya langsuuuuung homesick. Rumah orang tuaku di belakang museum tsunami, rindu sekali rasanya, uda berapa tahun aku ga pulang ke banda aceh🥺

    BalasHapus
  9. Lima paragraf pertama artikel ini kucatat ya 😄 penting banget. Makasih Shinta

    BalasHapus
  10. Keren nih jalan-jalan sambil honeymoon🤭, btw saya belum pernah ke aceh mbak, jadi pengin kesana

    BalasHapus
  11. Wah domisili Depok, Mba? Sukaaa niy tulisannya, secara kami pun juga pasangan dengan sepasang anak-anak yang juga suka jalan-jalan (tapi baru sebatas dokpri hihi, belum dipublish). Ditunggu lanjutannya, mba, plus kalau ada tempat kece yang ga perlu naik pesawat untuk situasi pandemi gini, boleh info yaaaa 😍 Met jalan-jalan teruuss ya, penganten baruuu

    BalasHapus
  12. Wah seru banget udah Aceh.... Ditunggu cerita selanjutnya.. Btw, rencana nikahannya berasa enak betul ya, soalnya aku dulu yg netapin tanggal masih nunggu komando dari Bapak hehe...^^

    BalasHapus
  13. bener ini mbak klo ada weddingnya kan lebih keluarga yg atur, pengalaman saya sih hihi. pas tiba rencanain hanimun itu baru beneran pengantennya yg atur2

    BalasHapus
  14. wah..ditunggu tulisan kulineran Aceh & tempat-tempat yg dikunjungi di Aceh Mbak :)

    BalasHapus
  15. Alhamdulillah bisa honeymoon sambil berjalan-jalan... ke salah satu daerah yang indah di Indonesia... dari awal sudah bisa membayangkan bagaimana rasanya berlibur ke Aceh....pasti nanti ulasan tentang kuliner di sana makin menarik....semoga suatu saat ada kesempatan berlibur ke sana

    BalasHapus
  16. Katanya 3hari setelah nikah jgn kemana-mana tapi aku juga ga ikutin saran itu hehehehe malam pertama langsung cusss ke hotel, besoknya hanimun ke malang.. alhamdulilah aman aja..

    BalasHapus
  17. Senang banget honeymoonnya sekaligus pengalaman naik pesawat pertama..aku pengen banget ke Banda Aceh..

    BalasHapus