Rumah yang Kusewa Itu Sebentar Lagi akan Kumiliki


Aku menemukannya beberapa tahun silam. Saat itu aku memang sedang iseng mencari rumah untuk kusewa. Rasanya ingin saja menyewa sebuah rumah, sebuah hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Saat itu itu aku hanya sering duduk-duduk di terasnya atau terkadang hanya lewat dan sekadar melihat-lihat. Aku belum berani masuk sebab masih ada penghuninya di dalam. Hingga pada akhirnya, sang penyewa tak lagi menghuni rumah tersebut, aku pun datang dan menempati rumah itu.

Ada kesan menarik saat memasuki rumah itu, tapi entah apa. Desain interiornya biasa saja, pun tak ada perabot mewah yang menyegarkan mata. Mungkin karena rumah ini dirancang dengan fondasi yang cukup kokoh hingga membuat penyewanya merasa aman. Kulangkahkan kaki pelan-pelan dengan sangat hati-hati. Maklum, ini kali pertama aku menyewa sebuah rumah.

Suhu di rumah itu kurasa cukup menenangkan. Sebab, dingin malamnya tak menusuk tulangmu kuat-kuat, pun terik siangnya tak membakar kulitmu lumat-lumat. Justru, kau akan merasakan hangat yang memikat. Perlahan kau semakin yakin, bahwa kau tak salah tempat.

Namun, ada sebuah ruang yang mengusik hari-hariku berikutnya. Aroma ruangan yang tak kusukai terhirup tanpa sengaja. Ada aroma yang tertinggal dari penyewa-penyewanya yang lalu. Meski tak menyukainya, aku mencoba berdamai dengan aroma yang lama-kelamaan membuat mata perih dan kepala pusing. Makin lama aku makin tak tahan. Amarahku pun seketika menguar. Kupunguti aroma-aroma itu dan kumasukkan ke dalam kotak kebencian. Di kemudian hari, kutitipkan kotak itu pada tukang sampah yang lewat agar segera membuangnya sejauh mungkin.

Hari-hari berikutnya kulewati dengan tenang. Namun, suatu ketika hidungku tak sengaja menghirup kembali aroma itu. Aroma yang kubenci, yang kurasa sudah kubuang jauh-jauh. Aku semakin penasaran ada apa sebenarnya dengan rumah ini. Setiap hari aku selalu membersihkannya dari debu-debu yang masuk sekecil apa pun itu. Aku pun tak lupa memberi pewangi ruangan di setiap sudutnya. Aku telah mengatur sirkulasi udaranya sebaik mungkin hingga kupastikan tak ada aroma lain yang mengusikku. Namun, aroma itu tetap datang.

Lama-kelamaan aku semakin tak tahan dan berniat untuk meninggalkan rumah yang kusewa itu. Aku telah mengemas seluruh barang-barangku dan bersiap meninggalkannya. Telah kupastikan tak ada yang tertinggal. Kubiarkan pintu terbuka, jendela menganga, tak lagi kusemprotkan pewangi ruangan, tak lagi kubersihkan debu-debunya, sirkulasi udara tak menentu hingga kuharap semua aroma bisa masuk ke dalam bercampur aduk membaui rumah ini. Karena, aku sudah tak peduli.

Namun, apa yang kudapatkan? Ketika hendak berlari ke luar rumah, aku menghentikan langkahku dan berbalik arah. Kutemui aroma yang kukenal di rumah ini. Kumasuki tiap-tiap ruangan, kutelusuri hingga sudut-sudutnya, di kolong tempat tidur, di balik lemari pakaian, di bibir jendela, dan semua yang ada di sana memiliki aroma yang sama. Aroma yang kukenal. Sebuah aroma yang membuatku kembali ingin tetap tinggal di sini, bahkan selamanya. Kurebahkan tubuhku di kasur, kunikmati aroma yang kini membaui seluruh ruangan. Ya, aroma tubuhku sendiri.


2 komentar

  1. Mbak Shinta, ini kisah nyata atau cerpen? Menarik 💕

    BalasHapus
    Balasan
    1. inii kisah nyata yang difiksikan hihi, makasih mbak lia sudah baca 💕

      Hapus